Pulau Tabuhan, Pulau Menawan di Banyuwangi

Pulau Tabuhan


Pantai berpasir putih dengan butiran yang halus, air laut yang bening, langit yang biru dan pulau yang hening begitu menarik perhatian saya. Sedari awal Pulau Tabuhan sudah berada di wishlist traveling saya. Jadi, ketika tiket kereta api menuju Banyuwangi sudah di tangan, saya bertekad harus menginjakkan kaki di Pulau Tabuhan.


Untuk bisa ke Pulau Tabuhan kita harus berlayar sekitar 30 - 40 menit dari Pantai Bangsring. Bisa juga berlayar dari pantai Grand Watu Dodol. Tetapi saya  memilih Pantai Bangsring karena rencananya juga ingin main air di Bunder ( Bangsring Under water ) yang berada tak jauh dari Pantai Bangsring. 

Loket di Bangsring


Tak jauh dari pantai ada sebuah rumah dengan dinding bambu yang unik, disitulah penjualan tiket perahu dan paket wisata baik itu menuju ke Pulau Tabuhan, Rumah Apung atau ke Pulau Menjangan. Harga sewa perahu saat saya ke sini ( 9 Agustus 2017 ) sebesar Rp. 400.000 per perahu dan untuk meringankan bea sewa pengunjung bisa share dengan wisatawan yang lain.

Para nelayan dan guide yang menunggu di loket


Sebelum membayar sewa perahu, kita bisa mendaftar dulu di loket dan saat ada teman sharing nama kita akan dipanggil melalui pengeras suara. Saat itu saya harus menunggu agak lama, mungkin satu jam karena pas weekday sehingga pengunjung tidak banyak. 

Baca juga : Pantai Bangsring

Akhirnya nama saya dipanggil, kami dipertemukan dengan  gadis. Kemudian kami diminta berdiskusi sendiri mengenai harga oleh penjaga loket. Kami bersepakat membagi dua bea sewa, mereka berempat begitupun saya. Setelah membayar kami diberi tiket dan sepertinya tercantum juga asuransi. Fasilitas yang kami dapat yaitu pelampung dan tas plastik untuk menyimpan barang bawaan agar tidak basah. Tak lupa saya menyewa alat snorkel tetapi saya lupa menyewa fins, sepatu katak yang terlihat sepele tapi sangat penting. 

Titik awal perjalanan dari Bangsring dengan rumah apung dibelakangnya


Perjalanan dimulai dari sini. Pengalaman pertama bagi duo anak lanang dan suami berlayar di lautan dengan perahu kecildan saya berlayar bersama duo anak lanang, mas bojo dan 4 gadis asli Banyuwangi. 

Ketika Ibuk sibuk ngevlog dan duo anak lanang bersama si bapak

Perlu rayuan maut agar si adek mau memakai pelampung dan rayuan saya berhasil. Ketika pelampung sudah dipakai semua, kami bergegas mengikuti seorang bapak yang ditunjuk oleh penjaga loket menuju kapal. Saya begitu excited karena ini pengalaman kami naik perahu bersama, biasanya hanya saya dan si mas naik perahu di waduk karena si Bapak tak pernah mau. Dan saya tahu penyebabnya. Karena doi takut air. LoL. Tetapi, sungguh saya salut. Mas Bojo telah berani membuang rasa takutnya, padahal kali terakhir dia naik kapal feri menuju Bali dia tidak bergerak dari tempat duduk dan duduk di dekat penyimpanan pelampung. Jjka sekarang berani naik perahu kecil itu sudah prestasi bagi dia.

Yeay, menuju Pulau Tabuhan

"Buk kok goyang-goyang" tanya mas.
"Ya namanya naik kapan gini tho, enak goyang-goyang mas" saya berusaha menghibur dan mengalihkan perhatian anak lanang supaya enjoy.

*** 

Perjalanan menuju Pulau Tabuhan begitu menyenangkan, saya masih bisa mengambil gambar dengan action cam karena kamera satunya sudah saya simpan dalam tas plastik. Tak lupa mengobrol dengan 4 gadis yang ternyata warga asli Banyuwangi tetapi baru sekali ini ke Pulau Tabuhan.  Sesekali nelayan yang asli Madura ini memompa air.


Anak-anak terhibur dengan kapal besar yang melintas di Selat Bali ini. Banyak kapal bermuatan yang menuju ke Bali atau sebaliknya. Dari kapal tanker hingga kapal pengangkut semen. Tak heran sih karena di daerah Ketapang yang merupakan ujung Banyuwangi banyak pabrik serta gudang penyimpan barang sebelum dikirim ke Pulau Bali.

Pulau Tabuhan sudah nampak dari kejauhan
Tiga puluh menit berlalu, sebuah pulau kecil berpasir putih mulai terlihat. Anak-anak yang sudah mulai menikmati perjalanannya semakin bergembira. Mereka sudah tak sabar bermain di pulau dengan luas tak kurang dari 6 Ha ini. Nelayan sekaligus pemandu memberi tahu jika kami hampir sampai Pulau Tabuhan  dan dipersilakan untuk menikmati indahnya Pulau Tabuhan sepuas hati.



Sudah ada beberapa kapal yang berlabuh di sini. Mereka menikmati Pulau Tabuhan dengan cara masing-masing. Ada yang sibuk berenang, snorkeling, berkeliling pulau atau hanya duduk-duduk di tepi pantai.



Duo anak lanang yang tidak begitu suka pantai entah kenapa begitu menikmati pantai di Pulau Tabuhan. Mungkin karena pasirnya begitu halus dan airnya tenang. Berbeda dengan pantai di Gunung Kidul dengan ombaknya yang besar. Kami berkeliling di pantai sebentar, sayang belum sempat melihat mercusuar yang juga ada disini. 

Tak mau menyia-nyiakan peralatan yang sudah saya sewa, saya segera memakai snorkel dan kacamata. Saya berenang di tepian sembari mencoba snorkel. Pupuslah harapan saya ketika snorkel yang saya pakai bocor begitupun dengan kacamatanya yang tidak bisa menempel dengan pas. Konsentrasi saya buyar dan action cam yang juga lupa saya pakai gelang talinya raib. 

Beruntunglah saya kamera berhasil saya temukan dengan cara yang aneh. Ceritanya akan saya tulisan terpisah ya. Kemudian si adek itu mengajak saya berenang ke tengah  dan mendampingi saya bersnorkeling dengan terlebih dahulu menukar snorkel yang saya sewa dengan kepunyaan dia yang tidak bocor.

Pemandangan bawah laut Pulau Tabuhan lumayan memukau.  Kamu cukup berenang agak ke tengah, sekitar 50-100 meter. Banyak ikan-ikan kecil dan karang yang bagus. Anak itu mengambilkan karang yang indah, menunjukkan ikan-ikan lucu dan beberapa kali mengambil bintang laut untuk saya pegang. 




Saya patut berterimakasih pada anak itu karena memandu saya melihat indahnya bawah laut, meski beberapa kali dia menarik dan mendorong saya. Saya sudah kecipak kecipuk berenang tapi kok susah ya bergerak di laut. Dasar perenang amatir. LoL



Sementara saya asyik snorkeling, Bapak menemani anak bermain air dan ketika saya sudah di pinggir mereka sedang asyik menikmati minuman dan pisang goreng hangat di warung sederhana. Tak ada rumah di Pulau Tabuhan, hanya ada 2 warung sederhana beratap rumbia.

Pak Nelayan mengajak kami untuk kembali ke Bangsring. Mungkin sudah jam 2 siang saat itu. Bersepuluh dengan nelayan dan anaknya kami berlayar menuju Pantai Bangsring. Angin berhembus lebih kencang dari pada waktu berangkat. Si Bapak juga sedikit kerepotan untuk bertolak karena ombak mulai besar.

Berlayar yang sesungguhnya dimulai dalam perjalanan pulang. Saya dan anak-anak dianjurkan untuk duduk di belakang. Plastik biru dibentangkan di bagian belakang. Ternyata untuk mencegah air laut membasahi penumpang. Semakin ke tengah ombak semakin besar. Saya dan suami saling berpandangan. Anak dan Bapak nelayan nampak bekerja keras mengendalikan perahu. Si anak yang saat berangkat cuma duduk-duduk santai sekarang memompa air terus menerus. Padahal saat berangkat si bapak hanya memompa sekita 4 kali saja. Plastik yang dipasang disisi kapal mulai terlepas terkena angin dan kami mulai basah terkena ombak.

Anak-anak yang tenang ketika berangkat mulai rewel. Si Adek langsung menangis kencang. Ketakutan. Belum pernah saya melihat dia menangis dan ketakutan seperti ini. Untunglah si mas bisa mengendalikan diri. Dia hanya diam terpaku.

Saya memegang erat mas dan adek dipangku Bapak. Tanpa berhenti menangis sepanjang perjalanan. Pak nelayan menenangkan kami. "Nggak papa kok" kata beliau.

Anak nelayan semakin mempercepat frekuensi memompa dan bapaknya mengendalikan perahu yang tak hentinya menabrak ombak. Pikiran saya sudah kalang kabut. Jika terjadi apa-apa saya harus terus memegang mas dan Bapak memegang adik. Mengenakan pelampung di tengah laut sepertinya tak berarti jika sampai perahu kami terbalik. Ombak begitu besar. 

Terhitung 4 hingga 5 kali ombak yang begitu besar dan rasanya perahu hampir terbalik dan nyawa kami sudah diujung kuku. Tangisan adik semakin kencang dan saya hanya bisa memejamkan mata sembari tak hentinya berdoa. '

Salah saya jika sampai terjadi apa-apa dengan kami. Karena saya yang mengajak mereka ke Pulau Tabuhan. 

Akankah ada berita seorang blogger bersama keluarganya tenggelam di Selat Bali.

Segala bayangan buruk berkecamuk di hati saya. Ketakutan. Penyesalan. Kekawatiran hingga berakhir kepasgrahan. Lagu Nderek Maria tak henti-hentinya saya nyanyikan, dalam hati hingga saya nyanyikan semakin kencang. Sebuah kepasrahan pada sang pemmberi hidup.

Tiga puluh menit berlalu bagaikan bertahun-tahun. Kapal minyak berukuran besar terlihat bersandar. Saya mulai lega. Meski belum sampai di pantai setidaknya jika kami tenggelam penolong akan segera datang. Terlihat beberapa perahu kecil seperti kami mengambil rute memutar, memang agak jauh tetapi menghindari tabrakan ombak.

Perlahan tapi pasti ombak tak seganas tadi. Saya tidak pernah menyangka arus Selat Bali begitu kencang. Sepertinya arah pulang memang melawan arus sehingga ombak besar tak bisa dihindari. Pantai Bangsring mulai terlihat.


Adek sudah mulai bisa ditenangkan. Kelegaan dan rasa syukur membuncah dihati. Saya sekeluarga masih bisa selamat sampai di pantai, meski baju kami basah kuyup terkena ombak. Kami segera turun dari kapal dan tak lupa berterimakasih pada Bapak itu. Anak si bapak sudah turun dan berlari hingga saya tak sempat mengucapkan terimakasih karena sudah mendampingi saya snorkeling dan membantu ayahnya. Lewat si Bapak saya memberikan sedikit tips buat anak itu. Bentuk rasa terimakasih yang mungkin tidak bisa dihargai dengan uang.



Pulau Tabuhan bagi kami bukan sekedar pulau cantik di Selat Bali tetapi sebuah perjalanan dimana kami mengalahkan rasa takut, menemukan ketakutan hingga kepasrahan pada Sang Pencipta.

Baca juga : Watu Dodol Resort

Comments

  1. Waah, ternyata pantainya bagus juga ya, kayak pantai2 di luar Jawa yang warna air lautnya biru dan pasirnya putih. Aku beum pernah wisata ke Banyuwangi, cuma lewat doang hihi

    ReplyDelete
  2. Landai banget ya mba pantaine... Bikin betah .. tp sayange kok mesti pke acara naik kapal.. aku ga bisa renang babar blas. Jd takut klo pke acara naik kapal model kapal nelayan...

    ReplyDelete
  3. Wah asyik ombaknya tenang bisa berenang di pantai Pulau Tabuhan apalagi snorkeling. Dasar pantainya banyak karang nggak mbak?
    Syukur ya perjalanan menyebrangnya sukses mendarat dengan selamat meski awalnya mendebarkan.

    ReplyDelete
  4. Indah banget pantai nyaaa.. alternatif lain dari banyuwangi kalau gagal nyebrang ke Bali nih hihi

    ReplyDelete
  5. Wow cantik sekali, tapi harus naik kapal yaaa, takuuut :D
    Baca ceritanya ikut deg-deg an, syukurlah akhirnya bisa balik ke pantai dengan selamat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan lupa komentar yaa Sobat Piknik