Desa Penglipuran, Destinasi Wajib Saat Piknik ke Bali

"Pake payung saja mbak, sudah mulai hujan" Beberapa lelaki paruh baya menyodorkan payung ke arah saya.

Benar saja. Rintik hujan mulai membasahi bumi.

"Saya pinjam satu ya pak" segera saya berlindung di payung berwarna biru.

***



Bulan berakhiran 'ber selalu dilimpahi hujan berlebih. Begitupun bulan Desember yang tak kalah dengan bulan Januari, dimana sehari-hari selalu hujan. Selama tiga hari di Bali hujan masih setia membasahi bumi. Tapi hujan tak menghalangi saya untuk melihat indahnya Desa Penglipuran. Sudah lama saya ingin berkeliling di desa Penglipuran.  Sebuah desa yang tak hanya unik tapi memiliki pesona.

Yuk mengenal lebih dekat tentang sejarah Desa Penglipuran



Setelah gapura paling depan, kita akan menemukan Balai Wantilan, Balai Banjar Adat dan ruang pertamanan terbuka. Area ini merupakan daerah penerima. Wilayah terluar di desa Penglipuran. Suasana Balai Banjar Adat begitu meriah. Rupanya sedang ada lomba tari dalam rangka Penglipuran Village Festival. Saya bersama teman-teman tak melewatkan acaranya ini. Gadis-gadis kecil dengan kostum beraneka warna berlenggak-lenggok menarikan tari tradisional Bali.



Seorang Bapak-Bapak menyambut saya dan rombongan, rupanya beliau adalah pejabat mantan lurah di desa Penglipuran sekaligus kenalan teman sekantor saya. Dia sengaja berada di Desa Penglipuran menyambut kami. Saya senang sekali, karena beliau pasti mengerti betul tentang sejarah Desa Penglipuran dan menjadi pemandu kami selama disana.


Ada beberapa versih sejarah tentang Desa Penglipuran. Dari  sudut pandang sejarah dan menurut para sesepuh, kata Penglipuran berasal dari kata “Pengeling Pura” yang berarti tempat suci mengenang para leluhur. Masyarakat Desa Penglipuran berasal dari desa Bayung Gede, Kintamani mereka mendirikan   pura yang sama sebagaimana yang ada di desa Bayung Gede. 

Cerita lain Penglipuran berasal dari kata “Penglipur” yang berarti “penghibur”. karena pada jaman kerajaan tempat ini dijadikan tempat peristirahatan raja Bangli. Menurut Pak Made, wilayah geografis di Desa Penglipuran menganut konsep "Tri Mandala"  yang membagi desa menjadi tiga bagian utama. 
 
Gapura pintu masuk area Utama Mandala dan tidak dibuka untuk umum

Bagian paling suci adalah "Utama Mandala" yang terletak di bagian Utara desa di mana pura tempat beribadat berada, bagian kedua disebut "Madya Mandala" yang terdiri dari rumah-rumah penduduk  dan bagian terakhir adalah "Nista Mandala" di mana kuburan dan karang memadu berada.


Yang unik dari Desa Penglipuran di desa ini bebas dari kendaraan roda empat. Area Madya Mandala terbagi menjadi dua bagian. 


Rumah-rumah berderet berhimpitan terpisahkan oleh jalan setapak berbatu.dengan hiasan taman dan rerumputan dikanan kirinya. Sepanjang jalan setapak itu terdapat ratusan rumah, berderet berimpitan. Hampir semua bangunan terbuat dari batu bata merah atau anyaman bambu. Pintu masuk gerbang rumah penduduk itu sempit, hanya berukuran satu orang dewasa, dan bagian atas pintunya menyatu dengan atap gerbang yang terbuat dari bambu. 


Saya merasa berada di dunia lain. Hening dan sakral. Kebetulan saya melewati satu rumah berdinding bambu dan merupakan rumah tertua di Desa Penglipuran, tapi sudah tidak dihuni.  Kebanyakan masyarakat Desa Penglipuran bermatapencaharian sebagai petani atau PNS, selain itu mereka menambah pendapatan dengan berjualan di rumah mereka masing-masing.  Ada yang berjualan minuman, makanan, lukisan hingga kain khas Bali.

Hujan turun semakin deras. Saya terpisah dengan rombongan, kami menyelamatkan diri masing-masing berteduh di rumah warga. Sambil berteduh saya berbincang dengan warga, tak lupa saya membeli minuman khas Desa Penglipuran yaitu Loloh Cem-Cem, yang memiliki rasa segar dan berkhasiat bagi kesehatan.
Rasa asam dari loloh cemcem didapat dari komposisi tamarin alias buah asam. Kemudian rasa manis dan asin didapat dari komposisi gula juga garam. Sedangkan rasa pahit didapat dari daun cemcem.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Loloh Cemcem, Minuman Kemasan Khas Bali yang Berkhasiat", https://travel.kompas.com/read/2016/10/01/141700027/loloh.cemcem.minuman.kemasan.khas.bali.yang.berkhasiat.
Penulis : Silvita Agmasari



Lokasi Desa Penglipuran

Area mandala utama

Desa Penglipuran berada di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Penglipuran terletak pada jalur wisata Kintamani, dari Denpasar berjarak sekitar 45 km. Jarak tempuh dari pusat kota Denpasar membutuhkan waktu 1,5 -2 jam perjalanan. 

Desa ini sangat sejuk, mengingat topografinya di daerah pegunungan. Jujur, saya belum puas berkeliling di Desa Penglipuran yang memiliki luas 112 hektar, terdiri atas 37 hektar hutan bambu, ladang seluas 49 hektar, dan untuk perumahan penduduk seluas 12 hektar.

Masih ada Hutan Bambu, Monumen Pahlawan, Kawasan Kuburan serta daerah Karang Memadu yang berada di area Nista Mandala. Menurut Bli Made, Monumen Pahlawan berupa tugu yang dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan nama Kapten Mudita

Anak Agung Gde Anom Mudita, gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat Desa Adat Penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang. Bersama segenap rakyat Bangli, Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan.

Karang Memadu, Kawasan Terisolir Bagi Pelaku Poligami

Saya sangat tertarik mendengar cerita tentang Karang Memadu. Sebuah tempat yang dihuni oleh masyarakat yang melakukan poligami. Masyarakat Desa Penglipuran menerapkan hidup monogami, kaum lelakinya hanya diperbolehkan untuk memiliki satu istri.

Pantangan berpoligami ini diatur dalam peraturan (awig-awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos pawiwahan) awig-awig itu disebutkan : krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri langkung ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. 

Jika ada lelaki Penglipuran yang sudah beristri tetapi berani menikahi wanita lain, maka lelaki tersebut akan dikucilkan di Karang Memadu. Karang artinya tempat dan Memadu artinya berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk tempat bagi orang yang berpoligami. Letaknya ada di ujung selatan desa jauh dari daerah Mandala Utama.

Selain dikucilkan pelaku poligami hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di wilayah desa. Artinya, suami-istri ini ruang geraknya di desa akan terbatas. Tidak hanya itu, pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan diakui  oleh desa, upacaranya pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero Kubayan yang merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. 

Pernikahannya dianggap tidak sah dan otomatis mereka tidak diperbolehkan bersembayang di Pura desa. Saya sih setuju dengan peraturan ini, pelaku poligami bakal berpikir seribu kali untuk mencari istri lagi. 

Traveling Menyenangkan Bersama Pegi-Pegi

 

Teman-teman, Bali tak hanya punya pantai yang eksotis, pura yang indah, gunung tinggi menjulang atau danau-danau yang mempesona. Desa Penglipuran wajib kalian kunjungi saat piknik ke Bali. Di sana kamu bisa menikmati keasrian sebuah desa terbersih di Indonesia, sejuknya alam yang masih hijau. Selain itu kita bisa belajar pada massyarakat lokal yang masih erat memegang adat istiadat dan bertahan ditengah gempuran arus modernisasi.

Jadi kapan kalian ke Bali lagi. Pegi-pegi punya promo tiket pesawat ke Bali . Hunting tiket pesawat begitu mudah dengan aplikasi Pegi-Pagi atau ke webnya langsung. Selain itu pilihan hotel juga beragam dari homestay hingga hotel berbintang lima.
.
Happy holiday teman-teman, nikmati liburan kalian dengan bahagia. Jangan lupa berbagi dengan membeli cinderamata dari lokasi yang kalian datangi.

Comments

  1. Baguus banget! Pengen maen ke sini. Semoga desa Panglipuran bisa lestari sampai tahun-tahun mendatang.

    ReplyDelete

Post a Comment

Jangan lupa komentar yaa Sobat Piknik